Selamat Datang di blognya rijang adnan setiawan
welcome to the blog's rijang adnan setiawan

Kamis, 13 Oktober 2011

ISU LINGKUNGANPERTANIAN


The Earth Summit (KTT Bumi) 1992 di Rio de Janeiro merupakan indikator utama semakin besarnya perhatian dan kepedulian dunia internasional terhadap masalah lingkungan serta semakin mencuatkan pentingnya pembangunan berkelanjutan. Isu lingkungan di sektor pertanian sudah menjadi topik pembicaraan setelah Revolusi Hijau digulirkan pada akhir 1960-an.
Di sektor pertanian, ada tiga isu penting yang sangat terkait dengan upaya pelestarian sumber daya alam dan lingkungan, yaitu: 1) dampak penggunaan berbagai input pertanian terhadap produk, lahan, dan lingkungan, 2) dampak sistem usaha tani, terutama padi sawah dan padi lahan rawa pasang surut, terhadap emisi gas rumah kaca (GRK), dan 3) dampak industri, permukiman, dan perkotaan terhadap produktivitas lahan dan kelestarian lingkungan pertanian.

Pencemaran Residu Input Agrokimia
Untuk memenuhi kebutuhan pangan, penerapan teknologi Revolusi Hijau berdampak positif terhadap peningkatan
Produksi padi nasional, dari 18 juta ton pada thun 1970 menjadi 54 juta ton pada tahun 2004, atau meningkat tiga kali lipat. Dalam periode yang sama, produktivitas padi meningkat dari 2,25 t/ha menjadi 4,58 t/ha, atau meningkat dua kali lipat. Setelah swasembada beras berhasil diraih pada tahun 1984, disadari bahwa penerapan Revolusi Hijau juga memiliki beberapa dampak negatif, antara lain kecenderungan penggunaan input yang tinggi, terutama pupuk dan pestisida. Di satu sisi, penggunaan pupuk dan pestisida kimia memang sangat penting artinya dalam meningkatkan produksi padi. Di sisi lain, penggunaan kedua agroinput ini ternyata telah mencemari sebagian sumber daya lahan, air, dan lingkungan.

Emisi Gas Rumah Kaca dari Lahan Pertanian
Hingga kini, padi masih merupakan komoditas strategis di Indonesia, karena selain sebagai sumber utama ketahanan pangan juga merupakan sumber ekonomi bagi lebih dari 30 juta petani. Di sisi lain, usaha tani padi merupakan sumber pencemaran lahan, air, dan lingkungan dari residu pupuk dan pestisida yang diaplikasikan secara berlebihan,
Serta sebagai penghasil gas rumah kaca (GRK), terutama gas metana (CH4), N2O, dan CO2, khususnya di lahan sawah dan lahan rawa pasang surut yang saat ini luasnya sekitar 8,50 juta ha atau 6,50% dari luas total sawah dunia. Walaupun proporsinya tidak sebesar di sektor industri, GRK yang terbentuk di lahan sawah dilaporkan ikut menyumbang terhadap pemanasan global yang berujung pada perubahan iklim.

Pengelolaan air berperan penting dalam mengurangi emisi gas metana. Sebagai contoh, sistem drainase diperlukan untuk meningkatkan konsentrasi oksigen, oksidasi metana, redoks potensial (Eh) tanah, bakteri metanotrofik, dan mengurangi metanogens dan emisi gas metana. Namun emisi NO akan meningkat jika lahan digenangi kembali, karena pada saat itu terjadi peningkatan denitrifikasi. Penelitian di Balai Penelitian Pencemaran Lingkungan Pertanian, Jakenan (Jawa Tengah), menunjukkan bahwa emisi metana dapat dikurangi hingga 58,90% dengan menerapkan irigasi secara berkala dibanding jika lahan digenangi terusmenerus.

Pencemaran Residu Limbah Industri, Pertambangan, dan Perkotaan
Isu lingkungan lain yang perlu mendapat perhatian serius adalah dampak kegiatan atau sektor lain terhadap sumber daya pertanian dan lingkungan, yang berasal dari limbah industri, pertambangan, pemukiman, dan perkotaan. Beberapa senyawa beracun (B3) yang berdampak buruk terhadap keberlanjutan sistem produksi pertanian antara lain adalah logam berat, seperti Hg, Fe, Cd, Cu, Zn, Mn, dan bahan kimia seperti detergen.

Walaupun belum terlalu serius, terdapat indikasi bahwa di banyak lokasi pertanian, terutama di lahan sawah, perairan, dan kolam ikan, senyawa kimia limbah tersebut telah mulai mencemari lahan dan air irigasi, bahkan juga produk pertanian seperti padi dan ikan. Sebagai

Kerusakan dan Degradasi Lahan
Degradasi lahan ditandai oleh penurunan atau kehilangan produktivitas lahan, baik secara fisik, kimia, dan biologi maupun ekonomi. Degradasi lahan diakibatkan oleh kesalahan dalam pengelolaan dan penggunaan lahan. Pengelolaan dan penggunaan lahan meliputi pembukaan lahan (land clearing), penebangan hutan (deforestation), konversi untuk nonpertanian, dan irigasi. Kesalahan dalam pengelolaan dan penggunaan lahan akan menimbulkan
polusi, erosi, kehilangan unsure hara, pemasaman, penggaraman (salinization), sodifikasi dan alkalinasi (sodification and alkalinization), pemadatan (compaction), hilangnya bahan organik, penurunan permukaan, kerusakan struktur tanah, penggurunan (desertification), dan kehilangan vegetasi alami dalam jangka panjang (Agus 2002).

Memburuknya kondisi lahan menyebabkan masyarakat yang tinggal di kawasan yang mengalami degradasi menghadapi berbagai ancaman seperti kekurangan sumber air, kelaparan, dan munculnya berbagai penyakit. Selain itu, degradasi lahan secara global akan mengancam kelestarian keanekaragaman hayati dan menaikkan suhu permukaan bumi.

sumber : jurnal "ISU DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN DALAM REVITALISASI PERTANIAN"
Irsal Las, K. Subagyono, dan A.P. Setiyanto
Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian, Jalan Ir. H. Juanda No. 98, Bogor 16123
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar